Masjidil Haram
Sampai sekarang pun saya belum bisa membayangkan, bagaimana rasanya berada di padang Arafah bersama dengan hampir 3 juta jamaah lainnya, dengan berpakaian ihrom, dan semuanya memiliki tujuan dan kepentingan yang sama..? Kemudian setelah wukuf, harus mencari batu di Musdalifah dan harus menginap di sana, paginya melempar jumroh Aqobah di Mina, setelah itu, harus ke Makkah untuk Towaf Ifadoh, Sai, dan tahalul, dan kemudian harus segera kembali ke Mina sebelum Maghrib, ya sekali lagi SEBELUM Maghrib, dan menginap di Mina untuk kembali melempar Jumroh keesokan harinya. Wow!! Saya masih belum bisa membayangkan juga pergerakan para tamu Alloh ini, dari Arofah – Musdalifah – Mina – Makkah – Mina, gelombang pergerakan manusia pada saat yang bersamaan. Benar-benar dibutuhkan fisik yang sangat kuat. Saya sempat membaca artikel di Republika, tentang hal ini. Kota Makkah menjadi sangat padat pada saat puncak haji, bus-bus pun tidak bisa bergerak karena ribuan bahkan jutaan manusia telah memadati jalan raya. Harga taxi pun menjadi sangat berlipat-lipat. Bahkan di beritakan, harga taxi telah mencapai 400 Real (1 Real = Rp. 2500) hanya untuk perjalanan Makkah – Mina yang pada hari-hari biasa dapat ditempuh sekitar 15 – 20 menit. Ini sungguh luar biasa!!
Suasana Sa`i di luar bulan Ramadhan dan bulan Haji - tidak begitu padat -
Setelah melakukan serangkaian rukun dan wajib haji, maka sebelum meninggalkan kota Makkah, jamaah harus melakukan towaf wada`, yaitu towaf perpisahan, towaf yang dilakukan terakhir kalinya sebelum meninggalkan kota Makkah. Saya pun mengakuinya kalo tawaf ini merupakan towaf yang paling `Berat`, karena setelah melakukan towaf ini, kita tidak boleh lagi kembali ke Masjidil Haram, ya karena kita telah melakukan `perpisahan` tadi. Begitu beratnya meninggalkan Ka`bah ini, sampai-sampai ada beberapa orang yang saat akan meninggalkan Masjidil Haram, mereka berjalan mundur, dan memandang Ka`bah sampai berada di depan pintu terluar Masjidil Haram